Sebuah Prolog ; Menbentuk
Kesadaran Supra- Historis
Mahasiswa
adalah bagian dari entitas kemajemukan-sosial masyarakat Indonesia.
Kehadirannya dalam setiap momentum sejarah bangsa ini, memberikan ruh keadilan
bagi setiap ketertindasan masyarakat. Kepeduliannya terhadap ketimpangan
sosial- kemasyarakatan, adalah bentuk sikap kontrol terhadap
kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pemerintah di setiap zamannya.
Secara historisitas, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia memiliki sejarah yang cukup tragis. Imperialisme bangsa-bangsa Eropa, terlebih imperalisme belanda telah menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang dirugikan secara ekomi, politik, budaya, pendidikan, keamanan dan sebagainya. Eksploitasi kekayaan alam Indonesia secara membabi buta, pembodohan terhadap rakyat, semakin memperparah keadaan masyarakat Indonesia.
Politik etis yang diasumsikan sebagai politik balas budi hanya sekedar alibi untuk mempertahankan hegemoni Belanda semata. Pelaksanaan program Irigasi, Transmigrasi dan Edukasi hanya untuk memperkuat perekonomian Belanda. Irigasi dan Transmigrasi menjadi rekayasa Belanda untuk meningkatkan produksi perkebunan diluar jawa. Selain itu, Edukasi sebagai bentuk pemberdayaan pendidikan bagi pribumi, ternyata tidak lebih hanya untuk mengangkat pejabat rendahan dari golongan pribumi agar bekerja demi kepentingan Belanda.
Ditambah lagi, masa penjajahan Jepang yang mempropagandakan dirinya sebagai saudara tua bangsa Indonesia. Jepang mampu memanfaatkan semangat nasionalisme yang sedang berkembang di Indonesia melalui Gerakan 3A, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelndung Asia dan Nippon Pemimpin Asia, sehingga dengan mudah Jepang mampu melakukan pembiusan massal terhadap masyarakat Indonesia. Pengalaman pahit dijajah oleh bangsa lain, membuat rakyat Indonesia sadar akan pentingnya kemerdekaan.
Merdeka dari imperealisme fisik adalah perjuangan yang harus dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia dan kemerdekaan yang kita rasakan sekarang ini, haruslah kita hargai. Bukan suatu pekerjaan mudah bagi kita untuk meneruskan perjuangan para founding fathers bangsa ini. Perlu diketahui, bahwa pejalanan sejarah bangsa Indonesia tidak pernah terlepas dari gejolak perjuangan gerakan mahasiswa. Hal ini dilihat dalam konfigurasi gerakan mahasiswa angkatan 1908 sebagai bentuk gerakan “counter hegemony” terhadap penjajahan Belanda.
Angkatan 1908 ternyata mampu memberikan formulasi baru bagi terbentuknya kesadaran akan ketertindasan yang dialami oleh rakyat Indonesia. Budi Utomo sebagai salah satu bibit awal gerakan mahasiswa di Indonesia, mampu memotivasi bagi terbentuknya gerakan mahasiswa lainnya, seperti Jong Java, Jong Celebes, Sumatrend Bond dan gerakan mahasiswa lainnya dalam bingkai etnosentrisme masing-masing daerah. Gerakan mahasiswa yang bercorak entosentrisme ini, akhirnya terakumulasikan dalam gerakan yang berorientasi pada terwujudnya kesadaran nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesadaran nasional ini diterjemahkan dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928, dengan komitmen satu tanah air Indonesia, satu bangsa Indonesia, dan satu bahasa Indonesia. Keyakinan akan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia ini, memberikan harapan baru bagi gerakan mahasiswa menjelang proses kemerdekaan pada tahun 1945. Meskipun pada tahun 1942 Jepang memplokamirkan bangsa Indonesia sebagai tanah jajahan Jepang.
Keberadaan Jepang di Indonesia, tidak menyurutkan nyali para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh pergerakan nasional, seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka dan lain sebagainya tidak pernah berhenti memperjuangkan cita-cita yang diamanatkan dalam Sumpah Pemuda.
MUSLIH SUMANTRI
Secara historisitas, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia memiliki sejarah yang cukup tragis. Imperialisme bangsa-bangsa Eropa, terlebih imperalisme belanda telah menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang dirugikan secara ekomi, politik, budaya, pendidikan, keamanan dan sebagainya. Eksploitasi kekayaan alam Indonesia secara membabi buta, pembodohan terhadap rakyat, semakin memperparah keadaan masyarakat Indonesia.
Politik etis yang diasumsikan sebagai politik balas budi hanya sekedar alibi untuk mempertahankan hegemoni Belanda semata. Pelaksanaan program Irigasi, Transmigrasi dan Edukasi hanya untuk memperkuat perekonomian Belanda. Irigasi dan Transmigrasi menjadi rekayasa Belanda untuk meningkatkan produksi perkebunan diluar jawa. Selain itu, Edukasi sebagai bentuk pemberdayaan pendidikan bagi pribumi, ternyata tidak lebih hanya untuk mengangkat pejabat rendahan dari golongan pribumi agar bekerja demi kepentingan Belanda.
Ditambah lagi, masa penjajahan Jepang yang mempropagandakan dirinya sebagai saudara tua bangsa Indonesia. Jepang mampu memanfaatkan semangat nasionalisme yang sedang berkembang di Indonesia melalui Gerakan 3A, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelndung Asia dan Nippon Pemimpin Asia, sehingga dengan mudah Jepang mampu melakukan pembiusan massal terhadap masyarakat Indonesia. Pengalaman pahit dijajah oleh bangsa lain, membuat rakyat Indonesia sadar akan pentingnya kemerdekaan.
Merdeka dari imperealisme fisik adalah perjuangan yang harus dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia dan kemerdekaan yang kita rasakan sekarang ini, haruslah kita hargai. Bukan suatu pekerjaan mudah bagi kita untuk meneruskan perjuangan para founding fathers bangsa ini. Perlu diketahui, bahwa pejalanan sejarah bangsa Indonesia tidak pernah terlepas dari gejolak perjuangan gerakan mahasiswa. Hal ini dilihat dalam konfigurasi gerakan mahasiswa angkatan 1908 sebagai bentuk gerakan “counter hegemony” terhadap penjajahan Belanda.
Angkatan 1908 ternyata mampu memberikan formulasi baru bagi terbentuknya kesadaran akan ketertindasan yang dialami oleh rakyat Indonesia. Budi Utomo sebagai salah satu bibit awal gerakan mahasiswa di Indonesia, mampu memotivasi bagi terbentuknya gerakan mahasiswa lainnya, seperti Jong Java, Jong Celebes, Sumatrend Bond dan gerakan mahasiswa lainnya dalam bingkai etnosentrisme masing-masing daerah. Gerakan mahasiswa yang bercorak entosentrisme ini, akhirnya terakumulasikan dalam gerakan yang berorientasi pada terwujudnya kesadaran nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesadaran nasional ini diterjemahkan dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928, dengan komitmen satu tanah air Indonesia, satu bangsa Indonesia, dan satu bahasa Indonesia. Keyakinan akan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia ini, memberikan harapan baru bagi gerakan mahasiswa menjelang proses kemerdekaan pada tahun 1945. Meskipun pada tahun 1942 Jepang memplokamirkan bangsa Indonesia sebagai tanah jajahan Jepang.
Keberadaan Jepang di Indonesia, tidak menyurutkan nyali para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh pergerakan nasional, seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka dan lain sebagainya tidak pernah berhenti memperjuangkan cita-cita yang diamanatkan dalam Sumpah Pemuda.
MUSLIH SUMANTRI
Responses
0 Respones to "Redefinisi Kampus Rakyat"
Post a Comment