BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam
pembahasan bahasa indonesia, “cerpen” merupakan salah satu tema yang cukup
terkemuka dikalangan para pelajar, bahkan dalam lingkup masyarakat sekalipun.
“cerpen” atau yang biasa disebut dengan cerita pendek sudah banyak di
konsumsi oleh masyarakat khususnya para pelajar dengan pembahasan tema yang kami angkat, yaitu “kajian cerpen”
berusaha, mengkaji cerpen dengan sebenar-benarnya, sehingga tidak menyimpang
dari bahasa indonesia, sebab cerpen merupakan bagian dari bahasa indonesia.
Sehingga pengkajian dengan tema tersebut dapat dikaji dengan
unsur-unsur yang ada pada cerpen sehingga dapat memahami tata bahasa yang benar
dan baik, dalam pengkajian cerpen tersebut.
Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan cerpen?
b. Membaca cerpen.
c. Memahami Unsur intrinsik Cerpen”ibu”Karya Sumartomo?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. CERPEN (CERITA PENDEK)
Cerpen (cerita pendek) adalah salah satu
bentuk karya fiksi. Cerita pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik perirtiwa,
isi, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang diugkapkan
Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, khususnya jumlah kata yang
digunakan, cerpen biasanya menggunakan 15.000 kata atau 50 halaman (Guerin, 1979).
Sedangkan Nugroho Notosusanto menyatakan bahwa jumlah kata yang digunakan dalam
cerpen sekitar 5000 kata atau 17 halaman (Zulfahnur, 1985)
Cerita
pendek, selain kependekkannya ditunjukan oleh jumlah kata yang di gunakan,
ternyata peristiwa dan isi cerita yang disajikan mengandung pesan yang dalam.
Isi cerita memang pendek karena mengutamakan kepadatan ide.
Selain cerpen, saat ini juga dikenal istilah
novelet. Dilihat dari jumlah kata, novelet tentunya lebih panjang dari pada
cerpen, namun lebih pendik daripada novel, dan karya yang demikian ini dinamai
novelelet. Novelet ini berkembang dan tumbuh subur dalam media cetak, terutama
dalam majalah-majalah wanita1
B. MEMBACA CERPEN
IBU
Sumartono
Setibaku di rumah aku terus menanggalkan sepatu dan baju sekolahku. Badanku
terasa penat, lapar, dan haus. Perjalanan dari sekolah ke rumah yang kutempuh
dalam jarak dua kilometer di bawah terik matahari, cukup meletihkan.
Aku ingin segera pergi ke dapur
menikmati nasi dan lauknya yang biasanya telah di sediakan untukku. Tetapi
sebelum aku melangkah, kukira aku mau diberinya sesuatu, entah permen entah
kelereng atau permaian apa saja seperti yang di berikannya pada Dik Tato
kemarin. Tapi, harapku itu segera lenyap ketika aku lihat muka Kak Hardo yang
cemberut memandangku.
Aku ditatapnya dengan pandangan
yang tak enak kurasakan. Lalu dengan isyarat anggukan kepalaku disuruh
mengikutinya, dia ajak kerumah Bu Kesi tetangga sebelahku,
”kau mengaku saja ya, Ar, jangan
mungkir.”
Aku tak mengerti apa yang
dimaksudnya. Hatiku mulai terasa tidak enak. Kalimatnya itu kurasa bakal
terjadi sesuatu yang tidak kuinginkan. Dan itu ternyata benar, ketika Kak hardo
melanjutkn perkataannya.
”Bu Kesi lapor pada kau mengambil pencitnya.”
Berkata begitu Kak Hardosambil menunjuk sebatang pohon mangga yang lebat
buahnya, di muka rumah Bu Kesi.
“Tidak!” jawabku.
“Kau jangan bohong! Mengaku saja terus terang.”
“Tidak, Kak, aku tidak mencuri,” jawabku kesal.
Tiba-tiba Bu Kesi yang selama itu diam ikut bicara.
“Ya, kamu kemarin yang
mengokoti Bu Kesi, ya.” Bu Kesi mengintip kamu dari lubang itu. Ia menuju pada
sebuah lubang dinding kayu rumahnya. Lalu berkata lagi
”Bu Kesi tidak hemat pada
pencit. Cuma masih telalu muda untuk di ambil. Kalau kau ingin, minta sajalah pasti Bu Kesi beri.
Tidak baik, Nak, mencuri.”
Aku tambah merasa jengkel. Dalam
hatiku aku memaki. Orang tua yang mukanya royok di makan usia dan matanya yang
kabur itu tentu salah pengliatan. Sekonyong-koyong orang tua di hadapanku itu,
yang selama ini tidak kuhiraukan benar, berubah menjadi manusia yang paling
kubenci di dunia ini.
”Jadi, kau tidak mau
mengakui perbuatanmu?” Bentak Kak Hando, mengancamku.
Aku sudah hampir
menangisnamun masih bisa kujawab,
”Betul Kak, aku tidak
mencuri. Aku berani sumpah!”
Sehabis perkataanku itu
tangisku meledak tak bisa ku tahan lagi. Dan ketika telingaku dijewer Kak
Hardo, aku menjerit sekuatku. Aku terus diseret Kak Hardo pulang. Sampai rumah
aku dihajarnya: ditampar, dijewer, dan dipukuli. Kemudian Kak Hardo mengambil
sebuah kayu penggaris lalu dipukulkan di sekujur tubuhku. Karena aku tetap
menyatakan tidak mengambil, akhirnya Kak Hardo kelihatan ragu-ragu dan berkata.
”Kalau tidak mengambil,
diam!”
Tetapi terdorong oleh rasa
jengkelku aku tidak mau diam, malahan kukeraskan tangisku. Sekali lagi sekujur
tubuhku di teter pukulan-pukulan yang tambah keraskan, hingga akhirnya kayu
penggaris itu patah jadi dua.
”Kau tidak mau diam, Ar?”
Ancam Kak Hardo lagi.
Ketika itu aku merasa tak
tahu lagi oleh ancaman Kak Hardo. Tidak! Hatiku telah berontak. Aku tak mau
menurut perintahnya. Aku terlanjur dia sakiti. Tangisku tambah kukeraskan.
Tiba-tiba rambutku
dijambaknya. Aku diputar kekanan terus diempaskan. Aku jatuh tersungkur di
tanah. Sakit rasanya, tetapi hatiku lebih dari itu. Setelah aku bangkit aku
menantangnya lagi dengan jeritku. Biar, biarlah semuanya ia menghajar aku, aku
telah nekat . entah karena Kak Hardo melihat mulutku berdarah, entah karena
kedatangan Kak Sumi untuk menolongku, atau karena kedua-duanya itu, aku tak
tahu. Kak Hardo menjadi reda amarahnya. Kak Sumi menghampiriku, terkejut
melihatku.
Biasanya bila aku dihajar Kak Hardo, Kak Sumi
tak pernah membelaku. Tapi kali ini kelihatan juga jengkelnya.
”Kau mencuri ya, Ar?”
”Tidak Kak!”
“Ya, tidak! Kak Sumi juag
yakin Ari tidak mencuri. Dan tidak akan mencuri. Ayo, makan dulu. Kau kan belum
makan to. ”
Dengan muka masam Kak Sumi
meninggalkan Kak Hardo tampa berata sepatah katapiun. Aku dibimbingnya ke
dapur.
Setibaku di dapur kulihat
ibu masih membenahi alat-alat dapur yang berserakan. Ibu selamanya tidak
menghiraukan aku, juga ketika mendengarkan sedu-senduku yang masih ketinggalan
ibu tidak bertanya apa-apa. Malah kulihat mukanya yang masam.
Memang, ibu sangat
berlainan dengan ayah. Ayah suka bertanya tentang diriku, tentang kesulitan-kesulitanku,
atau tantang sekolahku. Ayah suka tersenyum padaku, suka memandangku dengan
pandangan yang menyenangkan. Setiap datang dari berpergian, kami dibawakan
oleh-oleh: kue-kue atau permen yang dibagikan pada kami dengan jumlah yang
sama. Tapi ayah jarang dirumah. Satu-satunya orang yang di rumahyang dekat
denganku hanyalah Kak Sumi. Kak Sumilah yang banyak merawatku, memandikan aku,
membersihkan telinggaku dengan kapas dan minyak kelapa, merawatku bila aku
sakit. Karena kebiasaan itu, aku jadi sayang padnya. Pernah Kak Sumi bertanya
padaku,
”kau sekarang tidur di
bawah ya, Ar! ”
”ya Kak, ibu yang menyuruh aku tidur di bawah. Dulu seingatku
aku tidur bersma Kak Sumi. Tapi lama-kelamaan, setelah aku besar, aku ibu suruh
tidur bersama Kak Hardo dan Dik tato, adiku, si bungsu, di sebuah ranjang
berselambu. Akhir-akhir ini ibu menyuruhku pindah tidur di bawah. Katanya aku
suka ngompol.”
”kau masih suka ngompol
Ar, ? ” tanya Kak Sumi lagi.
”sekarang tidak lagi, Kak.
Tiap mau tidur mesti aku pipis dulu. Dik tato yang masih sering ngompol. Tapi
Dik tato tidak disuruh ibu tidur di bawah. Kenapa, Kak? ”
”Dik tato masih kecil, Ar.
Nanti bisa masuk angi.”
“Aku juga masuh kecil,
Kak, umurku baru delapan tahun. Dik tato enam tahun. Bukankah hanya dua tahun
selisihnya? “
Kak Sumi diam dan aku
terus bertanya, “Dik tato kesayangan ibu ya, Kak? “
”Ari kan juga kesayangan
ibu.”
”ibu sering mencium Dik
tato ya, kak? ”
”ya. ”
”kenapa ibu tak pernah
mencium aku, kak? ”
Kak Sumi diam lagi.
Ditatapnya mukaku lama-lama. Kemudian tanganku diraihnya. Tiba-tiba aku didekap
dan diciumnya. Terasa ada air meleleh dipipiku. Dan ketika aku dilepaskan,
kulihat muka kakaku itu basah,
”kau menagis, kak? ”
”kak Sumi mengigit bibir.
”kenapa kaka menangis?
Kaka sedih? ”
”tidak! Kak Sumi gembira,
Ar. Orang gembira juga bisa menangis mengeluarkan air mata. Kak Sumi sangat gembira
melihat rapormu yang bagus itu. Kalau kau pintar kelak dan bisa mencapai apa
yang bisa kau cita-citakan..... kau ingin jadi apa? Jadi dokter ya, Ar? ”
”tidak kak, aku tidak
senang jadi dokter. ”
”kenapa? ”
”dokter suka membedah
perut orang. Aku jijik. ”
”Oya, dokter suka operasi
untuk menggambil penyakit di dalam. Lantas jadi mau apa? Menteri, ya? Punya
mobil bagus dan di hormati oarang. ”
”tidak kak, aku juga tidak
suka jadi menteri. ”
”kenapa? ”
”kata pak Guru, jadi
menteri banyak pikiran, kak Sumi tersenyum. ”
”Tentu, Ar, jadi menteri
banyak pikiran karena besar tanggung jawabnya. Lantas, kau ingin jadi apa, bosok? ”
”aku ingin jadi pilot aja,
kak. ”,
”ya, pilot yang bisa
terbang kayak gatotkaca. Kalu aku jadi pilot, kaka mau naik kapal terbangku? ”
”Tentu, kak Sumu ikut ”
”Dik tato juga diajak ya,
kak?”
”ya, Dik tato juga.”
”Ayah juga?”
“Ayah juga.”
“kalau aku terjun dari parasut, kaka juga mau lihat?”
“Tentu, Kak Sumi senang melihatmu.”
“kak, kapal terbang bisa
memuat berapa oarang?”
”liat0-liat kapal
terbangnya.”
”kapal terbang yang paling
gemuk, kak?”
Kak Sumi tersenyum,
katanya,bukan gemuk, Ar.tapi besar? Kalau gemuk itu kucing atau sapi. Juga
oarang.”
”Ya,maksudku yang paling
besar”
”Bisa sampai tiga
ratusan orang”
”Huh,banayak ya,kak?”
”Banyak”
”Apakah manusia bisa
pergi ke bulan dengan naik kapal terbang,kak?”
”Kapal terbagn tidak
bisa sampai ke bulan,ar,”
”kenapa tidak?”
”Kelak kalau kau sudah
besar akan tau sendiri sebabnya.mangkanya,balajarlah rajin-rajin.”
Jawaban Kak Sumi itu
tidak memuaskan hatiku.karena itu timbul hkayalanku yang lebih kuat,hingga
malamnya tidurku banyak dihiasi oleh impian-impian yang indah.impian tentang
parasut,tentang kapal terbang yang mendarat di bulan.
”Kak,aku kan masih
punya ibu ya, kak?”
”Masih,kenapa?”
”Bilangnya Nono,temanku,ibu kita ini ibu tiri.Bukan ibu sendiri.”
”Bilangnya Nono,temanku,ibu kita ini ibu tiri.Bukan ibu sendiri.”
Kak Sumi diam lagi.Sekarang
ia kelihatan gelisah.Sementara ia mengusap-usap kepalaku,jariku mempermainkan
ujung kebayanya.
”Kak,potret yang dipasang di
kamar Kakak itu potret siapa, Kak?”
Di kamar Kak Sumi tergantung
sebuah foto seorang perempuan yang usia lebih kurang tiga puluh tahun,bersama seorang
dara yang mukanya mirip Kak Sumi.
“Ar, kau ingin tau tentang
ibumu?”
“Ya, Kak.“
“Kakak mau
menceritakan,tapi kau harus berjanji.Kalau cerita Kak Sumi selesai,ari tidak
boleh sedih ya. Kalau ari sedih,KakSumi makin tambah sedih lagi,“
“Ya,Kak“
“Potret yang kautanyakan
itu adalah potret ibumu,ya ibu kita yang sesungguhnya.Gadis cilik yang di
gandengnya itu gambar Kak Sumi sendiri, waktu Kak Sumi masih berumur lima
tahun.Ibumu telah meninggal Ar,aktu melahirkan kau.Lalu ayah kawin lagi dengan
seorang perempuan yang juga mempunyai seorang anak, yaitu Kak Hardo. Kemudian
lahirlah Dik Tato, adik kita.“
Setelah Kak Sumi kawin foto
itu di serahkan kepadaku. Acapkali, bila aku merasa kesepian,foto itu kuambil sekalipun
aku tahu potret itu makin menambah kesepian dalam hatiku.
Horison, No, V111, Juli 1973
C. MEMAHAMI UNSUR INTRINSIK CERPEN
a. tema
Tema merupakan salah satu unsur pembangun
cerpen, yaitu gagasan utama yang terkandung dalam suatu karya sastra dan yang
mandasari terciptanya karya sastra tersebut. Tema seperti akar bagi pohon, dari
situlah sebuah cerita berkembang.2
Cepen yang berjudul Ibu karya sumartono sebenarnya mengangkat tema yang
sudah tidak asing lagi, yaitu mirip dengan kisah-kisah tentang kekejaman ibu
atau kakak tiri seperti dalam cerita Bawang Merah, Bawang Putih dan juga
Cinderella. Namun, ada perbedaan terkait dengan ibu tiri yang dalam
cerita-cerita dongeng biasanya kejam dalam bentuk fisik dan verbal (kata-kata),
namun dalam cerpen ini kekejaman ibu tiri berbentuk perilaku, misalnya muka
musam, tidak peduli, tidak menegur, tidak bertanya. Kekejaman dalam bentuk
perilaku ini memang tidak melukai secara fisik, namun justru membawa luka yang
jauh lebih dalam dari pada luka fisik.
b. Judul
Cerpen karya Sumartono berjudul Ibu. Membaca judul
ini pastilah terbayang kelembutannya, kasih sayangnya kepada anak-anaknya, dan
kehangatan pada seluruh kelurga. Namun ternyata pokok persoalan yang di
ungkapkan dalam cerpen ini justru hal sebaliknya, yaitu seorang Ibu yang
perilakunya diluar kewajaran: Ibu yang dingin kepada si aku, ibu yang tidak
pernanh menghiraukan si aku, dan ibu yang selalu bermuka musam kepada si aku.
Hal ini seperti tanpak pada kutipan berikut:
Setibaku di dapur kulihat
ibu masih membenahi alat-alat dapur yang berserakan. Ibu selamanya tidak
menghiraraukan aku, juga ketika mendengar sedu-sedanku yang masih ketinggalan
ibu tidak bertanya apa-apa. Malah ku lihat mukanya yang musam.3
c. Alur atau plot
Alur mengacu kepada rangkaian atau jalinan peristiwa dalm sebuah cerita.
Alur dapat di bedakan menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Disebut
alur maju apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan
kronologis menuju cerita, sedangkan alur mundur (kilas balik) terjadi apabila
mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa lalu yang ada kaitannya dengan peristiwa
yang sedang berlangsung.4
Plot cerita dalam cerpem ini dapat dikagorikan sebagai plot flashback
atau alur mundur. Cerita diawali dari konflik puncak, yaitu si aku yang ditudun
mencuri pencit milik Bu Kesi, tetangga sebekal rumah. Tanpa mau menerima
penjelasan sedikit pun, tokoh si aku dihajar oleh Kak Hardo, kakak tirinya,
sampai babak belur bahkan mulutnya berbarah. Si aku di pukuli, ditendang,
diseret, dan dihajar.
Dari puncak konflik ini kemuian
cerita menurun mengarah pada penyelesain, yaitu konflik mulai mereda dengan
kehadiran Kak Sumi yang memberikan jawaban mengapa sikap Ibu dan Kak Hardo
sedemikian kejam kepada tokoh aku.
d.latar atau setting
latar mengacu pada ruang dan waktu terjadinya peristiwa dalam
cerita.wiyanto (
2005:82) membedakan latar sebabagai berikut.
1) latar tempat, yaitu tempat peristiwa dalam
cerita itu terjadi.
2) Latar waktu, yaitu kapan peristiwa dalam
cerita itu terjadi.
3) Latar suasana, yaitu suasana yang
mendukung peristiwa dalam cerita tersebut. Suasana ini dapat berbentuk suasana
batin, seperti perasaan bahagia atau sedih, juga dapat berupa suasana
lahir,seperti sepi atau hiruk pikuk.
Keseluruhan cerita dalam cerpen ini terjadi di dalam are rumah. Istilah
yang populer sekarang ini adalah peristiwa terkait dengan kekerasan rumah dalam
tangga (KDRT). Kekejaman fisik yang dilakukan oleh kakak tiri, serta juga
kekejaman nonfisik berupa perilaku dari ibu tiri menjadi pokok bahasan utama
dalam cerpen ini. Latar peristiwa yang bergerak di seputar/di dalam rumah dapat
dilihat pada kutipan berikut.5
Setibaku di rumah aku
terus menanggalkan sepatu dan baju sekolahku. Badan terasa penat, lapar, dan
haus. Perjalanan dari sekolah ke rumah yang ku tempuh dalam jarak dua kilometer
di bawah terik matahari, cukup meletihkan. Aku ingin segera pergi ke dapur
menikmati nasi dan lauknya yang biasanya telah disediakan untukku. Tepi sebelum
aku melangkah, terdengar suara Kak Hardo memanggilku.
e. tokoh dan penokohan
Setiap cerita mempunyai tokoh dan
yang ditokohkan seperti dalam kehidupan nyata karena pada dasarnya karya sastra
dapat disebut sebagai mimetik (tiruan) dari kehidupan nyata. Tokoh dan
penokohannya atau gambaran karakter tokoh tersebut merupakan unsur yang sangat
penting dalam sebuah cerita.6
Cerpen yang berjudul Ibu karya Sumartono, diemban oleh banyak tokoh, yaitu
Aku, Kak Hardo, Kak Sumi, dan Ibu. Aku sebagai tokoh utama dalam cerpen
tersebut memiliki watak yang pemberani dan teguh dalam pendirian. Ia tidak mau
mengatakan sesuatu yang tidak benar, yang tidak dilakukannya meskipun siksaan
yang diterimanya. Tokoh kedua, yang dilihat dari segi wataknya dapat
dikategorikan sebagai tokoh protagonis, adalah Kak Hardo. Kak Hardo adalah
kakak tiri si aku lirik, berwatak keja, tanpa belas kasihaan. Tampaknya watak tokoh
Kak Hardo ini selaras dengan watak tokoh ibu (ibu tiri tokoh aku) dalam cerpen
ini yang dingin, selalu bermuka masam, dan tidak pernah peduli pada nasib yang
dialami tokoh aku. Tokoh berikutnya adalah Kak Sumi, kakak kandung tokoh aku.
Ia perempuan yang sabar, penuh kasih sayang, dan lembut.7
f.sudut pandang
setiap sudut pandang dijelaskan Perry Lubbock dalam bukunya The Craft
of Fiction ( Lubbock,1965) mengandung arti hubungan diantara pencerita
sendiri dan ceritanya. Sementara itu Harry Shaw (1972: 292) membagi sudut
pandang menjadi tiga, yaitu sebagaiberikut.
1) Penarang menggunakan sudut pandang tokoh dan
kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan
mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata sendiri.
2) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh
bawahan. Ia lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat didalam cerita.
Pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.
3) Pengarang
menggunakan sudut pandang impersonal; ia sama sekali diluar cerita. Ia
serbalihat, serbadengar, serbatahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh
dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.8
D. UNSUR EKSTRINSIK CERPEN
1. Latar Belakang Sosial Budaya
Walaupun karya sastra bukan buku sejarah, masalah
sosial budaya sering menjadi bahan dasar sastra. Sebagian karya imajinatif,
pembicaraan memang bisadidasarkan pada fakta-fakta otentik namun dipadu dengan
imajinasi pengarang. Oleh karena itu, tidak heranlah jika kita bisa mengetahui
keadaan sosio budaya suatu masyarakat dari karya sastra. Hal ini selaras dengan
pendapat Hooykaas yang menyatakan bahwa suatu cerita dapat memberikan lukisan
yang jelas tentang suatu tempat dalam suatu massa, semua tindakan manusia
(dalam Kusdiratin,1985)
Cerpen
yang berjudul Ibu karya Sumartono ini juga tidak dapat dipisahkan dengan
kondisi sosio budaya masyarakat pada saat ini diciptakan (1973). Pada masa itu
bahkan jauh sebelum masa itu hingga saat ini, peristiwa kekerasan dalam rumah
tangga, baik kekerasan fisik, verbal, namun perilaku setiap hari terjadi dan
mengisi berita baik di media cetak maupun media elektronik. Tidak hean apabila
pemerintah menerbitkan undang-undang secara resmi sudah diundangkan, namun
tindakan kekerasan dalam rumah tangga ini justru semakin menjadi.9
2. Aspek psikologis
Pergeseran konsep pendidikan dari behaviorisme ke
humanisme dan kognitivesme tampaknya juga melatari pencipta cerpen ini.konsep
pendidikan behaviorisme yang berasumsi bahwa anak memperoleh pengetahuan dari
pembiasaan/latihan/meniru apa yang di lakukan oleh orang dewasa, menyebabkan
guru sebagai orang yang paling berkuasa. Gurulah yang paling berperan mentransfer
pengetahuan kepada siswanya. Konsep pembelajaran behaviorisme ini kemudian
bergeser pada paradigma kognitivisme dan humanisme, khususnya humanisme sosial.
Anak memperoleh pengetahuan karena ia berinteraksi dengan lingkungannya.
Pengetahuan itu diperoleh bukan diberi atau ditransfer tetapi dibangun senduri
oleh anak berdasarkan interaksi anak dengan sumber belajar atau lingkungannya.
Paradigma ini telah mengubah arah pembelajaran dari semula berpusat pada guru
beralih berpusat pada siswa.
Pergeseran konsep-konsep pendidikan ini rupanya ikut mrmpengarui
penciptaan cerpen berjudul Ibu karya Sumartono ini. Dalam menyuarakan ide-ide
terkait dengan bagaimana cara motivasi anak, bagaimana cara mendidik anak,
pengarang melalui tokoh Kak Sumi, melakukannya melului metode tanya jawab. Dari
tanya jawab itu, tokoh aku dapat menemukan dirinya sendiri, ia bisa bangga pada
dirinya, tokoh aku bisa membangun dirinya. 10
3. Amanat
Amanat yang ingin disampaikan pengarang harus
dicari oleh pembaca.
Yang berupa
suatu nasehat, berupa larangan atau sebuah perintah baik amnat batin atau
tidak.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulah
Cerpen adalah salah satu bentuk karya fiksi. Cerita pendek sesuai dengan
namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek baik peristiwa, isi cerita,
jumlah pelaku, dan jumlah kata yaitu sekitar 1500 kata atau 50 halaman dan ada
juga sekitar 5000 kata atau 17 halaman.
Cerpen mempunyai dua unsur yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur Intrinsik yaitu unsur yang ada didalam cerpen
yang meliputi; tema, judul, alur atau plot, latar atau setting, tokoh dan
penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan Unsur Ekstrinsik ialah unsur
yang ada di luar cerpen yang meliputi;latar belakang sosial budaya,aspek
psikologis,dan amanat.
Daftar pustaka
Abdul Rani, Supratman dan Yani Maryani. 1999.Intisari
Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka setia
Chaer, Abdul.1990. Pengantar Simantik Bahasa Indonesia. Bandung: Renika Cipta
PRIYATNI, Endah Tri.2010. Membaca sastra dengan
ancangan litensi krisis. Jakarta: Bumi Aksara
Responses
0 Respones to "CERPEN DAN PEMBAHASANNYA"
Post a Comment