Serambi Seribu Serbi

space disewakan

“LANGIT, PARA PENCARI HANIFIYYAH, DAN MANUSIA INDONESIA”



            Konon, langit dan bumi sempat “berdebat” soal keindahan masing-masing, bumi menyajikan segala macam keindahan alam yang dimilikinya, namun oleh langit dibalas dengan pesona jagad langit dengan berjuta bintang yang menghiasinya, akhirnya, bumi mengernyitkan dahinya dan merasa kalah saing. Hingga timbul niat oleh bumi untuk mengeluarkan ‘jurus pamungkasnya’, yaitu makhluk kinasih Tuhan, Muhammad Shallallah ‘Alaih Wasallam, adalah penghuni terbaik bumi yang tak dimiliki oleh langit. Langit pun tak berkutik, dia merasa kalah telak, jutaan bintang yang gemerlap seolah tak ada apa-apanya untuk dibanggakan jika ditandingkan dengan beliau shallallah ‘alaih wasallam. Lantas, langit mengadukan kesedihannya lantaran peristiwa ini kepada Tuhan Semesta, dia merindukan kehadiran Kanjeng Nabi, dia mengharapkan kedatangan beliau ke langit. Permintaan pun di ACC, Kanjeng Nabi di mi’raj-kan ke langit dan menerima hadiah terindah, lima waktu’. Kerinduan terobati. Kangen pun terbayar.

            Dia, langit, adalah si perindu...

            Seorang Freelance Monotheis, Karen Armstrong, pernah menceritakan tentang kegalauan spiritual yang melanda kaum pencari agama Ibrahim yang murni, hanifiyyah,yang terjadi tak lama sebelum diutusnya Sang Reformis Shallallah ‘Alaih Wasallam. Mereka—pencari agama hanif—yakin, orang Arab telah “merusak agama bapak mereka, Ibrahim” sehingga mereka akan mencari hanifiyyah, “agama murni” Ibrahim. Semua pencari agamahanif sangat membenci pemujaan terhadap patung-patung batu dan yakin bahwa Allah,Gusti Kang Murbeng Dumadi, adalah satu-satunya Tuhan, tetapi tidak semua menafsirkan keyakinan ini secara sama. Sebagian menduga bahwa seorang nabi Arab akan datang dengan membawa angin segar berupa misi ilahi untuk menghidupkan kembali agama Ibrahim yang asli.

            Yang lain berpikir bahwa ini tidak perlu, orang bisa kembali kepada hanifiyyah atas inisiatif mereka sendiri, atas ‘krenteg’ masing-masing. Sebagian menyerukan adanya kebangkitan orang yang sudah mati dan Hari Pembalasan. Sedangkan yang lain ‘nekat’ berpindah menganut Kristianitas atau Yudaisme sebagai tindakan berjaga-jaga hingga Dien Ibrahim ditegakkan dengan benar. Para pencari agama hanif ini tak menimbulkan banyak pengaruh pada orang-orang sezaman mereka, karena perhatian mereka terutama terarah pada keselamatan pribadi mereka sendiri. Mereka tak punya keinginan untuk mengupayakan reformasi kehidupan sosial atau moral di tanah Arab. Alih-alih menciptakan sesuatu yang baru, mereka sekadar menarik diri dari arus utama.

             Tetapi pergerakan itu merupakan sebuah gejala keresahan spiritual. Dan kita tahu bahwa Kanjeng Nabi memiliki pertalian erat dengan tiga pemimpin hanif terkemuka di Makkah. ‘Ubaidillah ibn Jahsy adalah sepupunya dan Waraqah ibn Naufal adalah sepupu Khadijah, kedua orang ini akhirnya menjadi kristen. Keponakan Zaid ibn ‘Amr, yang menyerang agama pagan Makkah dengan begitu garang sampai-sampai diusir dari kota, menjadi salah satu pengikut Kanjeng Nabi yang terpercaya. Oleh karena itu, tampaknya,Kanjeng Nabi bergerak di dalam lingkaran hanif, dan mungkin ikut merasakan kerinduan Zaid akan petunjuk ilahi.

             Suatu hari, sebelum diusir dari Makkah, Zaid berdiri disisi Ka’bah sembari menyuarakan celaan terhadap agama Haram yang sudah rusak. Namun, sekonyong-konyong, dia tertegun. “Yaa Allah!” serunya, “kalau saja aku tahu bagaimana Engkau ingin kusembah, aku akan menyembah-Mu dengan cara itu, tapi aku tidak tahu”.

             Dia, pencari hanifiyyah ini, adalah si perindu...
         
             Indonesia, adalah tanah yang luar biasa suburnya, segala yang ditanam, tumbuhlah ia. Man yazra’ yahshud, dalam arti sebenarnya kata, bukan kiasan. Namun, realita berkata beda, meski dibekali kesuburan yang tak dimiliki tanah lain ini, tak sedikit pula yang mengeluh. Mereka hanya berhenti kepada rimba rahmat Tuhan yang berupa ‘Indonesia subur’, dan belum sepenuhnya mampu menuju perkotaan barakah, yang berwajah ‘masyarakat makmur’. Masyarakat hanya mampu menengok fasilitas agung ini dari kejauhan, namun belum mampu menikmati udara segarnya. Mereka rindu untuk bisa mandi berkah, hasil upaya mentransformasikan rahmat Tuhan.
         
             Mereka, manusia Indonesia, adalah si perindu...

                                                                         

                                                                       *********

Kediri, 10 Februari 2014.
Facebook Twitter Google+ Instagram Linkedin Path Yahoo


Responses

0 Respones to "“LANGIT, PARA PENCARI HANIFIYYAH, DAN MANUSIA INDONESIA”"

Post a Comment

 
Return to top of page Copyright © 2013- 2015 | Platinum Theme modification by Alfian Haris