Serambi Seribu Serbi

space disewakan

Kado Kecil Untukmu Kawan Sang Juara Tidur





Sang Juara Tidur. Red

“Tidurlah... Tidurlah... Tidurlah...“. Sepenggal ucapan yang masih dan kian kukenang darinya hingga saat ini. Raja tidur sepanjang yang pernah saya jumpai. Hampir full-day dia belanjakan hidupnya untuk mendengkur. Namun jangan salah, kau tak akan pernah menemukannya terlelap di waktu malam hingga shubuh tuntas. Entah apa yang dilakoninya, tapi seolah dia betul-betul menjaga matanya supaya tetap sadar di malam hari. Kumbakarna, begitu seorang sahabat menjulukinya.

Kado Kecil Untukmu Kawan Sang Juara Tidur

Pertama bertemu dengannya, saya masih tinggal di Kota Reog, salah satu dari sekian banyak kota kultural-spiritual yang tergambar dalam peta negara ini. Saat itu, dia masih belajar membaca abjad arab satu demi satu. Sebuah usaha yang kulihat tak sekadar mengandalkan kecerdasan intelektual belaka, tapi juga diongkosi ketelatenan yang tak biasa. Hingga akhirnya dia mampu menggarap Kitab Suci yang tiga puluh juz itu. Congratulation!

Tapi, yang kukagumi dari sosoknya bukanlah kesuksesannya dalam membaca al Qur’an, melainkan keunggulan yang lain. Yakni, kehebatannya yang mampu menaklukkan siapa saja di medan bantal kala siang nongol. Jika kawan lain lebih menghabiskan waktunya dalam berburu pengalaman saat mata melek, dia malah dengan cara mata merem. Katanya, dengan tidur dia belajar sesuatu yang tak banyak dipelajari jamak orang.

 Ya tentu saja demikian, lawong Yai Azizi saja, seorang tokoh yang mengetuai Dewan Lajnah Bahtsul Masaa-il PWNU Jatim itu ketika saya berkunjung ke ndalem-nya pernah mengatakan bahwa orang tidur itu mengetahui apa-apa yang tak diketahui orang lain, sekalipun teman yang ada disampingnya. Ucapan singkat yang terserah anda dalam menanggapi dan memaknainya.

Rupa-rupanya, kawanku si raja tidur itu diam-diam menaruh hati atas aktivitasnya. Lantas dia pun menggali cakrawala makna ngoroknya, mengekplorasi, mencermati, dan pokoknya benar-benar merenungkannya. Maka, sama sekali tak mencengangkan jika ternyata ditengah senda gurau, saban ada kawan lain yang tampak air mukanya bermasalah, dengan spontan dia menyarankan untuk segera mengambil tidur. “Tidurlah teman! Tidurkan dirimu! Tidurkan sejenak pikiranmu!”. Walau terkadang ada juga yang menggerutu atas solusinya yang dinilai asbun itu. Tapi tak apa, tukang tidur memang jarang didengar.

“Tidur itu seni”, katanya. Kok bisa? Ya jelas bisa, sebab tidur kan bagian dari keindahan hidup. Itu yang dimaksud dengan seni. Saya berani bilang kalau kawanku si raja tidur tersebut adalah seorang seniman—paling tidak berjiwa laiknya para seniman. Melihat caranya memaknai tidur, dia tampak memiliki potensi sadar dan peka terhadap segala gerak kehidupan, dalam hal ini tidur. Tak hanya itu, dia juga mengatakan perlunya tidur setelah berhasil mementaskan perbuatan baik. Tidur yang ini artinya tak peduli dengan pujian makhluk maupun caci-makinya, yang penting sudah berbuat baik. Sudah

Hujuala R.A, sempat menuangkan tintanya yang mewajah dalam Ruang Putih salah satu rubrik yang berjudul Tidur dalam Sastra: Sebuah Proses Mengada, usai memprologi ulasannya dengan mengutip kata-kata Gandhi—Each night, when I go to sleep, I die. And the next morning, when I wake up, I am reborn—dia mengatakan bahwa dalam perjalanan suatu masa, tidur memiliki makna yang tidak biasa. Tidur tidak hanya dimengerti sebagai sebatas aktivitas di atas kasur. Lebih dari itu, tidur menjelma dalam goresan sang maestro seperti Vincent van Gogh yang mempertontonkan tidur setelah bekerja keras dalam lukisannya yang berjudul Noon: Rest from Work.

Tidur merupakan metafora yang tersebar dalam kata-kata para penyair dan pengarang. Kata-kata sederhana yang diucapkan Mahatma Gandhi di atas, misalnya, menyiratkan sebuah makna tidur yang begitu mendalam. Tidur dalam perkataan Gandhi adalah mati suri yang membawa pada sebuah proses kelahiran kembali. Kita tidak pernah sadar berapa jam sehari kita tidur. Atau kita mungkin sadar bahwa kita lebih banyak tidur daripada bekerja atau sebaliknya, lebih banyak bekerja daripada tidur.

Juga E.M. Forster, seorang penulis inggris, dalam bukunya, Aspect of the Novels, mengatakan bahwa tidur adalah salah satu fakta hidup manusia yang tak terhindarkan selain kelahiran, makanan, cinta, dan kematian. Dia bertutur bahwa manusia menghabiskan kurang lebih sepertiga waktunya dalam sebuah peradaban ketaksadaran, sebuah dunia yang tidak diketahui banyak orang, tempat yang partly a caricature of this world and partly a revelation. 

Abdul Hadi W.M. pun dengan dua puisinya yang berjudul Jurang dan Optimisme menulis bahwa si tokoh “aku” lebih memilih tidur, memisahkan diri dari hiruk pikuk dunia luar. Dalam Jurang, tokoh “aku” dan ayahnya berada dalam dua kutub yang berseberangan. Sang ayah adalah seorang rekonstruktivis yang membangun ke luar, sedangkan tokoh “aku” lebih banyak pasif alias tidur atau membangun ke dalam. Kadang ayahku menyerupai Jakarta yang tua/ ingin membangun, ingin membangun, ingin membangun/ tak henti-hentinya/ Sedang aku ingin tidur sepuas-puasnya.
Selain itu, tidur bermakna lain pada puisi Optimisme. Tidur adalah sebuah rasa penyangkalan atau pelarian dari realitas barang sejenak. Aku bangun pagi-pagi benar/ --di seberang gurun langit sudah malam/ Aku ingin tidur lagi/ Aku tak ingin melihatnya.
Dalam dua puisi itu, dunia luar diwakili oleh ayah si tokoh “aku”—dalam Jurang—yang menyerupai Jakarta yang tiada henti bekerja; dan juga malam di langit gurun—dalam Optimisme. Tokoh “aku” dan dunia luarnya laiknya dua oposisi biner, yang satu bekerja dan yang lain diam, yang satu aktif dan yang lain pasif. Tokoh “aku” lebih memilih tidur sebagai sebuah aksi aktifnya dan responnya pada dunia luar.
Robert Frost, penyair Amerika, dalam antologi puisinya yang berjudul Stopping by Woods on a Snowy Evening (Berhenti Sejenak di Dekat Hutan saat Sore Bersalju) mengisahkan seorang pengelana yang berhenti sejenak untuk menikmati indahnya hutan pada musim dingin. Pesona hutan itu mampu menyihir si pengelana untuk dalam sekejap melupakan tujuan perjalanannya.

The woods are lovely, dark and deep/ But I have promises to keep/ And miles to go before I sleep/ And miles to go before I sleep (Hutan itu indah, kelam dan rimba/ Tapi aku punya janji untuk ditepati/ Dan bermil-mil aku harus pergi sebelum aku tidur/ Dan bermil-mil aku harus pergi sebelum aku tidur). Si pengelana tidak memungkiri bahwa misteri keindahan hutan itu begitu membiusnya. Meski sempat terbius, dia ingat bahwa janji dan tujuan menanti di depan mata sebelum pada akhirnya dia beristirahat. 
Dalam puisi tersebut, kata sleep memiliki arti yang bersayap. Sleep dapat berarti beristirahat dari sebuah perjalanan atau kematian dari petualangan hidup yang panjang. Sedangkan hutan adalah representasi godaan yang melenakan. Dalam tujuannya pada sebuah keberakhiran to sleep, manusia sering terhenti karena suatu godaan duniawi. Dua baris terakhir puisi itu merupakan penekanan bahwa sejauh apapun manusia atau si pengelana pergi, tidur adalah tambatan terakhir. Dalam dua baris terakhir antologi puisi itu, pergi (to go) dihadapkan secara oposisi dengan tidur (sleep)

Jalaluddin Rumi menasbihkan “ketiadaan” secara khusus dalam puisinya yang berjudul Chapter Nine: Absence. Tidur adalah sebuah detoks, sebuah penyucian diri dan penghilangan segala hal yang menggelisahkan dalam diri. Karena itu, pada bab Nausea,

Fanton Drammond, tokoh laki-laki dalam Olenka karya Budi Darma, dalam kekalutannya setelah mengarungi Museum of Natural Arts and Science di Washington merasa ingin menjadi burung phoenix. Terbakar dengan sendirinya, hangus menjadi abu, dan dari abu lahir kembalilah saya sebagai burung phoenix baru. Kehangusan itu adalah sebuah fase tidur panjang yang kemudian, ketika terbangun, terbentuklah lagi sebuah kehidupan yang merupakan harmoni. 
Dan sekarang, hasratku seolah hanyalah tidur, tidur, dan tidur. Dan bangun saat kebisingan Pemilu telah usai.                                                                        

                                                                      *********

 Kediri, 03 April 2014. 
 Penulis (Terima kasih) 

Facebook Twitter Google+ Instagram Linkedin Path Yahoo


Responses

0 Respones to "Kado Kecil Untukmu Kawan Sang Juara Tidur"

Post a Comment

 
Return to top of page Copyright © 2013- 2015 | Platinum Theme modification by Alfian Haris