“Masuki
duniaku, maka aku akan masuk jauh ke kedalaman duniamu”, Kata-kata dari
Otak kananku yang ‘seliweran’ disekitar cangkir kopi pahitku.
“Datangkan kepadaku secangkir kopi, maka kan ku banjiri kau dengan berjuta inspirasi, laiknya banjir bah”.
Selang beberapa detik, dia meneruskan ‘fatwanya’, “Aku adalah salah satu kreasi Tuhan. Kenalilah aku, seduhlah aku, galilah aku, pikirkanlah aku, rasakanlah aku, resapilah aku. Jangan kau tutup mata dan telinga tuk dengarkan anjuran memikirkan apa-apa yang tercipta di langit dan di bumi, karena aku ada didalamnya, kutunggu kau di alam berpikirmu, di alam merenungmu, di alam hanyutmu”.
Ia masih melanjutkan, “Ada banyak jalan yang tercipta, maka aku adalah salah satu dari jalan-jalan itu. Temukanlah aku. Asah kepekaanmu. Tajamkan ‘Alfa-Teta’mu”.
“Bahasakan dan gambarkanlah aku semaumu dan semampumu, karena memang bahasa serta gambaranmu itu tak sepenuhnya mampu menguasai dimensi rasa dariku, aku pun menyadari betapa tak representatifnya bahasamu, jika memang benar-benar tak sanggup, diam dan tersenyumlah”.
“Dengarkan aku! Kan kupinjamkan termanya Cak Nur untukmu, bahwa sebaik-baik dan setinggi-tingginya gambaran tentang surga, bahwa surga itu tak tergambarkan. Karena surga bukan sekadar sungai-sungai yang mengalir, buah-buahan, pohon-pohon, tempat tinggal, atau kenikmatan-kenikmatan fisikal lainnya, tapi lebih dari itu, yaitu pengalaman yang lebih tinggi”.
Setelah usai kudengarkan kata-katanya, lantas aku langsung menoleh ke sisi lain, ke Otak kiriku, “Bagaimana dengan kamu?” tanyaku.
“Aku rasa ‘nggak’ apa-apa, tak ada kendala masalah finansial kalau hanya tuk secangkir kopi” Jawabnya dengan nada meyakinkan.
Disusul dengan ucapan batinku, “Alhamdulillah...”.
Kediri, 28 Desember 2013
Responses
0 Respones to "[BUKAN] SEKADAR NGELANTUR di ‘WARUNG KOPI’"
Post a Comment