Jandī menjelaskan mengapa wanita merupakan lokus penyaksian yang paling lengkap sebagai berikut:
Pria menyaksikan yang Nyata di dalam suatu lokus penerima aktivitas dalam keadaan di mana lokus itu sekaligus menerima dan bertindak. Dia menyaksikan Tuhan dalam suatu lokus yang menyatukan
[1]. menerima aktivitas sementara ia aktif dan sekaligus reseptif,
[2]. bertindak sementara ia menerima aktivitas, dan
[3]. menerima aktivitas sementara ia aktif. Namun di sini ada misteri-misteri tersembunyi, yang terlarang bagi mereka yang tidak pantas.
Misteri dari penjelasan Jandī sendiri barangkali dapat dijelaskan dengan melihat ulasan-ulasan lain mengenai bagian tulisan yang menetukan ini.
Menurut Kāshānī, penyaksian yang Nyata dalam hubungan seksual adalah yang paling sempurna, sebab penyaksian itu berlangsung dalam suatu lokus yang menerima aktivitas, sementara lokus itu menerima aktivitas dari yang aktif. Pada saat yang sama, keduanya menjadi satu dalam realitas tunggal, sebab perkawinan dari makrifat yang menyaksikan itu menyatukan penyaksian atas yang Nyata ketika menerima aktivitas sementara Dia melakukan suatu tindakan. Maka Dia aktif ketika tengah menerima aktivitas, dan menerima aktivitas ketika dia tengah aktif.
Qaysarī jelas tidak puas dengan penjelasan dari gurunya atau guru dari gurunya, sebab penjelasannya hanya sedikit yang menyerupai penjelasan mereka:
Penyaksian aktivitas Tuhan berarti bahwa yang Nyata, yang terwujud dalam bentuk wanita, memegang kontrol dan bertindak atas jiwa pria melalui pengontrolan universal. Dia membuat pria patuh dan mencintai jiwanya sendiri.
Menyaksikan Dia menerima pengaruh berarti bahwa bentuk ini adalah tempat yang dikontrol pria. Ia berada di bawah tangannya dan perintahnya serta larangannya.
Ada kemungkinan juga bahwa cara Dia menjadi aktif melalui wanita adalah karena realitas wanita itu identik dengan realitas pria, karena sifat maskulin dan sifat feminin merupakan kejadian-kejadian realitas. Maka realitas manusia itu bertindak di dalam dirinya, dan ia sendiri menerima tindakannya. Aktivitasnya dan penerimaannya akan aktivitas adalah sama.
‘Abd al Raḥmān Jamī memberikan penjelasan yang lebih langsung:
Pria menyaksikan yang Nyata dalam kaitan dengan kenyataan bahwa Dia sekaligus yang aktif dan lokus untuk menerima aktivitas, tanpa ada pemisahan di antara keduanya. Dia menyaksikan yang Nyata di dalam diri wanita dalam kaitan dengan diri-Nya sebagai yang aktif, sebab wanita mempunyai pengaruh di dalam jiwa pria dengan jalan menggairahkannya. Pria menyaksikan-Nya dalam kaitan dengan penerimaan aktivitas-Nya, sebab wanita menjadi terpengaruh olehnya pada waktu mengadakan hubungan dengannya.
Namun, [dia menyaksikan-Nya] dalam dirinya sendiri hanya dalam kaitan dengan kenyataan bahwa dia merupakan lokus yang menerima aktivitas.
Qaysarī menjelaskan:
Ketika dia menyaksikan-Nya dalam jiwanya sendiri tanpa mengingat bentuk wanita itu, dia menyaksikan-Nya sebagai suatu lokus yang menerima aktivitas, sebab dia adalah salah satu benda yang merupakan objek aktivitas Tuhan dan ciptaan-Nya.
Inilah sebabnya mengapa Nabi mencintai kaum wanita— dikarenakan kesempurnaan penyaksian yang Nyata di dalam diri mereka. Sebab yang Nyata tidak pernah dapat disaksikan terlepas dari materi, sebab Tuhan dalam esensi-Nya tidak tergantung pada semua dunia. Karena situasinya mustahil dalam kaitan ini, dan penyaksian berlangsung hanya dalam beberapa materi, maka penyaksian atas yang Nyata dalam diri kaum wanita merupakan penyaksian yang terbesar dan yang paling sempurna.
by: Surya Qalandar
*****
Responses
0 Respones to "Menyaksikan Tuhan Dari Kaum Wanita dalam ‘kemasan’ Sachiko Murata. (Bag. 2)"
Post a Comment