Selepas shubuh, seperti biasa, wiridan sebentar lantas ada sedikit ceramah dari imam surau. Jika dulu diisi oleh pak kiai, tapi akhir-akhir ini kerap digantikan oleh menantunya, anak baru dikampung kami. Dia tamatan universitas ternama di negeri ini.
“Bapak-ibu sekalian, sepekan yang lalu ada orang yang sengaja menjatuhkan dirinya dari atas gedung. Bunuh diri. Itu sangat dilarang oleh agama, dan ganjarannya adalah neraka. Padahal dia muslim, tentunya dia mengerti larangan ini.”
“Maka dari itu, bapak-ibu sekalian, walaupun penderitaan datang bertubi-tubi, jangan sampai kita nekat bunuh diri seperti orang itu, neraka, bapak-ibu sekalian, sungguh nerakalah yang bakal ia huni! Dia ahl al nâr! na’ŭdhu billâh.” Tutur menantu pak kiai sambil ngelus-ngelus dada.
Jama’ah tampak kagum dan antusias terhadap anak muda ini. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi kawan saya. “Kampret, ni, bocah!” Celetuk kawanku. “Ada apa, Bro?” tanyaku, “Kok berani-beraninya dia memvonis orang itu pasti masuk neraka, ahl al nâr, emang dia “panitia”-nya, apa? Huh!”
“Maksudmu gimana?”, “Maksud saya ya mbok ndak usah cepat-cepat menuduh seperti itu lah... Memang benar jika bunuh diri itu dilarang agama, tapi kalau mendadak memvonis seenak perut seperti itu ‘kan terlalu terburu-buru.”, “Oke, Bro, oke. Sekarang solusimu apa terkait kejadian tersebut?”
“Buat saya pribadi, alangkah baiknya jika kita ĥusn al žann aja, siapa tahu kalau orang itu pada awalnya memang niat bunuh diri, tak hiraukan larangan agama, tapi kita ‘kan tak tahu kalau ternyata dia sadar ketika berada ditengah-tengah, lantas dia bertobat, namun tetap saja, dia akan ‘mencium’ bebatuan tanah yang tak bisa dia hindari, jika begitu ‘kan lain ceritanya dan wallâhu a’lam. Setidaknya kita sudah punya kuda-kuda batin yang namanya ĥusn al žann itu.”
Aku masih mencoba meraba kata-katanya, eh, tak tahunya dia sudah nyelonong pergi.
*) Salam
Responses
0 Respones to "Kuda- Kuda Batin Ĥusn al Žann"
Post a Comment